Sebagian besar pasangan suami istri setelah menikah adalah memiliki keturunan atau seorang anak. Meski demikian, tidak semua pasangan akan mendapatkan keturunan dengan cepat. Terkadang setelah menikah ada yang langsung diberikan kepercayaan untuk segera memiliki seorang anak dan sebaliknya.
Tepat 12 tahun yang lalu kami memutuskan untuk menikah setelah kurang lebih sekitar 5 tahun sebelumnya kami berpacaran. Waktu itu saya baru saja menyelesaikan studi saya di UNS (Universitas Sebelas Maret) dan suami saya waktu itu masih menempuh pendidikan di UNY (Universitas Negeri Yogyakarta).
Oleh karena hal tersebut, saat itu kami tidak buru-buru untuk memiliki keturunan. Meski demikian, seandainya kami langsung diberi kepercayaan untuk mendapatkan momongan, tentu saja kami akan sangat bersyukur. Tanpa terasa hari berganti hari, bulan berganti bulan, hingga tahun berganti tahun kami lalui bersama.
Setiap momen lebaran ketika berkumpul dengan keluarga dan kerabat, atau ketika momen ada orang yang hajatan (pernikahan & sebagainya), ada satu pertanyaan yang sebenarnya tidak ingin kami dengarkan yaitu “Sudah isi belum? Anaknya sudah berapa?” dan pertanyaan lainnya yang berhubungan dengan keturunan.
Singkat cerita pada tahun 2015 kami merantau ke Merauke (Papua Selatan). Kami berharap dengan pergi merantau dan jauh dari lingkungan tempat tinggal, maka kami akan mendapatkan ‘Kedamaian’ karena kami tidak perlu menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang sangat kami hindari.
Benar saja bahwa ketika kami berada di tempat lingkungan yang baru, tekanan secara psikis sangat minim dan hampir tidak pernah kami temui. Kami nikmati hidup berdua meski sangat berharap dan tidak bisa berbohong bahwa kami sangat menginginkan seorang keturunan untuk melengkapi kebahagiaan kami.
Hingga akhirnya pada akhir tahun 2020, dimana waktu itu masih berlangsung pandemi Covid-19 ada hal yang sangat membuat kami bahagia. Untuk pertama kalinya setelah 7 tahun menikah, saya dinyatakan positif hamil. Tentu saja sesuatu yang kami rasakan jauh berbeda dengan orang yang baru saja menikah beberapa bulan kemudian hamil.
Sayangnya ketika usia kandungan saya berusia dua bulan, saya mengalami pendarahan dan keguguran. Sedih dan kecewa tentu saja kami rasakan, akan tetapi kami memilih tetap berpikir positif dengan kejadian tersebut. Alloh SWT sudah memperlihatkan dan menumbuhkan kepercayaan diri yang tinggi pada kami bahwa kami bisa memiliki anak.
Di tahun 2021 saya mendapatkan tugas untuk melanjutkan studi di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia). Pada Bulan Desember 2021 kami pindah ke Bandung guna melanjutkan studi saya. Hal tersebut sebenarnya sudah kami impikan sejak lama karena kebetulan kami juga berencana untuk program memiliki keturunan di Jawa.
Secara finansial kami sudah siap untuk melakukan Promil (Program Hamil) bayi tabung. Meski demikian kami berencana untuk melakukannya setelah mata kuliah teori (di kelas) saya sudah tidak ada lagi. Ternyata Alloh SWT memiliki rencana lain yang lebih indah dan tidak kami duga sebelumnya.
Hanya beberapa minggu setelah saya tinggal di Bandung, Alhamdulillah saya mengalami hal yang sangat kami dambakan yaitu kehamilan. Kebetulan waktu itu kami sedang pulang ke rumah orang tua saya karena waktu itu Kakek saya meninggal dunia. Setelah mengetahui saya hamil, saya selanjutnya konsultasi ke dokter spesialis.
Meski saya dinyatakan hamil dengan resiko tinggi, akan tetapi dengan izin Alloh SWT akhirnya saya bisa melalui masa-masa kehamilan saya dengan bahagia dan akhirnya tepat 2 tahun yang lalu, Alloh SWT menitipkan seorang bayi yang manis dan kami berikan nama Arisha Gendhis Putri Rivy.
Kepada Orang tua kami, keluarga kami (khususnya adik saya Irvan), dokter, bidan, perawat, dan semua pihak yang sudah membantu saya selama hamil hingga melahirkan, kami ucapkan banyak terima kasih. Semoga Alloh SWT mengganti kebaikan kalian dengan kebaikan yang berlipat-lipat. Aamiin.
Tidak ada komentar